Kamis, 12 Desember 2019




Wisanggeni dalam Novel Saman
Athanasius Wisanggeni atau akrab dipanggil Wis lahir pada tahun1958 di kota Jogjakarta. Ibu Wis berasal dari kalangan bangsawan dengan gelar Raden Ayu. Ada satu kelemahan dari ibu Wis, yaitu ia sering terlihat termenung. Akibatnya, ibu Wis sulit untuk diajak ngobrol dan sering dianggap aneh. Sedangkan ayah Wis bernama Sudoyo. Ia bekerja di Bank Rakyat Indonesia. Pada saat Wis berumur empat tahun, Sudoyo dipindahkan ke kota Prabumulih untuk menjabat sebagai Kepala Cabang BRI. Maka dari itu, Sudoyo memboyong keluarganya termasuk Wis kecil ke Prabumulih dan memulai hidup baru disana.
Setelah pindah ke Prabumulih, Wis hampir memiliki 3 orang adik. Namun sayang, ketiganya meninggal. Adik pertama dan kedua hilang dalam rahim ibunya. Adik ketiga sempat dilahirkan, tapi tidak bertahan hidup. Adik ketiganya meninggal seketika di malam ia dilahirkan. Sejak saat itu Wis terus memendam rasa penasarannya mengenai hilangnya adik dan percakapan ibu dengan orang asing.
Pada tahun 1984, Wis resmi dinobatkan menjadi seorang pastor. Beruntung Wis ditugaskan untuk melayani masyarakat Prabumulih. Wis sangat senang mengetahui kenyataan ini, sebab ia dapat kembali bernostalgia tentang masa kecil dan juga ibunya yang telah meninggal. Saat di Prabumulih, wis menyempatkan diri untuk berkunjung ke rumah lamanya yang ternyata sudah dihuni oleh orang baru. Saat itu ia berdiri di depan rumahnya itu sambil memandanginya, namun tiba – tiba seseorang keluar dari dalam rumah tersebut, dan Wis sangat terkejut karena yang keluar dari rumah itu adalah sosok yang sangat mirip dengan ibunya.
Setelah sekian lama ia merasa penasaran dengan penghuni rumah itu dan berniat untuk mengunjunginya. Dan pada suatu hari ia sempatkan untuk mengunjungi rumah itu, benar saja, yang ada di dalam rumah itu sangat miip dengan ibunya yang telah meninggal. Di dalam rumah itu hanya ada dua orang yaitu ibu itu dan suaminya, Wis mengira orang tersebut tidak menerima kehadirannya, namun ternyata dia salah, penghuni rumah itu sangat ramah dan sangat senang dengan kedatangannya. Lama kelamaan mereka pun sangat akrab, dan wis sering mengunjungi rumah itu untuk sekedar bernostalgia dengan ruah lamanya itu.
Di kamar pastoran, Wis sempat melihat sesosok perempuan yang berpakaian lusuh dan bertampang menyeramkan dibalik jendela kamarnya. Awalnya ia menebak bahwa sosok itulah adiknya yang masih hidup sampai saat itu. Namun Wis salah, perempuan itu adalah Upi.
Upi merupakan salah satu anak transmigran Sei Kumbang yang tinggal di desa kecil bernama Lubukrantau. Ia dianggap gila karena sering berkeliaran ke desa-desa tetangga dan juga berprilaku aneh. Upi terluka pada saat Wis mencoba mengejarnya. Maka Wis segera membawanya ke puskesmas lalu mengantarnya pulang ke rumah. Disanalah akhirnya Wis melihat suatu keadaan yang memprihatinkan. Upi selalu di kurung dalam sangkar kayu kecil dan pengap oleh keluarganya. Keluarga Upi sudah lelah sekali dalam merawatnya. Ia memiliki penyimpangan perilaku seksual dan sering diperkosa oleh orang yang tak dikenal. Beruntung Upi tidak pernah sampai hamil pada saat itu.
Seteah melihat keadaan Upi, Wis merasa iba dengan keadaannya. Ia berniat untuk merawat Upi, Wis ingin membuat Upi terus berbahagia, karena entah kenapa Upi terlihat senang jika Wis datang, ia akan kegirangan sambil melompat – lompat jika Wis datang. Untuk membahagiakan Upi, wis memiliki rencana untuk membuatkan rumah baru untuk Upi yang lebih nyaman dari sebelumnya. Namun Wis merasa ragu, karena segala hal yang menyangkut Upi membuatnya tidak fokus dengan tugas gereja yang telah menjadi kewajibannya sebagai seorang pastur. Namun ia juga tidak ingin meninggalkan Upi, karena Upi telah menjadi teman baiknnya. Ia menjadi sering ijin kepada gereja untuk mengnjungi Upi, tak jarang kepala Pastur yaitu Pater Westenberg. Namun karena pengertian Pater Westenberg, ia mengajukan kepada Uskup agar Wis dapat diberi pekerjaan kategorial di perkebunan. Wis sangat senang karena ia dapat terus merawat Upi. Setelah ia diberi tugas tersebut, ia tidak hanya merawat Upi saja, melainkan juga ikut membantu keluarga Upi dalam berkebun, ia berniat untuk membuat ladang karet untuk keluarganya itu. Rencana itu ternyata berhasil dilaksanakan berkat bantuan dari keluarga Upi, dan sekarang Keluarga Upi memiliki kebun karet sekaligus rumah asap untuk mengolah hasil panen karet tersebut, sekaligus sebagai tempat bagi para warga berkumpul untuk memusyawarahkan masalah.


Wisanggeni dalam Novel Saman Athanasius Wisanggeni atau akrab dipanggil Wis lahir pada tahun1958 di kota Jogjakarta. Ibu Wis bera...